Minggu, 21 Februari 2010

Inspirator

Yulisiane Sulistyawati, Managing Director PT Pazia Pillar Mercycom

Eksekutif Papan Atas yang Banting Stir Jadi Entrepreneur

Berbagai situasi hidup pernah dilalui,Yuliasianne Sulistiyawati, Managing Director PT Pazia Pillar Mercycom. Siane, demikian ia biasa disapa, berhasil melewati fase-fase sulit dalam kehidupannya. Kemauannya yang keras dan pengalaman hidup yang menempanya, membuatnya menjadi wanita tangguh, dan mampu meraih kesuksesan untuk mencapai eksekutif papan atas perusahaan IT terkemuka. Dan di saat karirnya terus melejit, ia pun memilih benting stir dari eksekutif menjadi seorang pengusaha. Bagaimana perjalan karier wanita yang dipanggil Sianne ini?

Dunia informasi teknologi (IT) yang sangat dinamis membuat jiwa Yuliasianne Sulistiyawati tertantang. Kerja kerasnya pun menghasilkan beberapa penghargaan bergengsi. Dua penghargaan sekaligus berhasil disabetnya dalam ajang Asia Pacific’s Most Prestigius Awads For Entrepreneurs. Wanita yang akrab disapa Sianne ini berhasil menggondol trophy untuk kategori Outstanding Entrepreneurship Awards dan Most Promising Entrepreneurship Awards tahun 2009 lalu. Di tahun yang sama, ia juga sempat meraih Service Entrepreneur of the Year dalam ajang penghargaan untuk para pengusaha yang diadakan oleh Ernest and Young.

Tak heran jika berbagai penghargaan diraihnya. Dibawah kepemimpinanya, PT Pazia Pillar Mercycom, sebagai authorized distributor Acer mencatat kenaikan fantastis, dalam penjualan Acer Notebook dan LCD monitor. “Pada tahun 2005 notebook Accer terus mengalami kenaikan setiap bulan sampai hampir 100%,” tutur ibu dua anak ini. Acer berhasil menduduki peringkat pertama untuk penjualan di Indonesia selama empat tahun berturut-turut. Tahun 2007. PT Pazia Pillar Mercycom mulai berani untuk menjalin kerjasama dengan Samsung, untuk menjadi distributor beberapa produknya.

Jauh sebelum mencapai berbagai kesuksesan ini, Siane ternyata pernah mengalami masa-masa sulit dalam kehidupannya. Siane berasal dari keluarga yang tergolong berada, namun akhirnya jatuh dan hidup serba kekurangan. “ Dulu saya pernah sangat berkecukupan, tapi juga pernah sangat kekurangan, saking susahnya untuk makan pun keluarga kesulitan,” kenangnya.

Siane menceritakan, ia sempat hidup numpang pada keluarga didikan Belanda, yang merupakan kenalan keluarganya. Saat itu Sianne yang yang sebelumnya hidup menak, merasakan sulitnya hidup. “ Tiap hari bangun jam 4, masak, ke pasar belanja, nyuci dan sebagainya,” ungkapnya.

Meski secara ekonomi sulit, Siane beruntung masih tetap bisa sekolah. Lulus sekolah Siane yang tergolong cerdas di sekolahnya, dengan berbekal beasiswa ia berhasil masuk ke Universitas Bina Nusantara,. “Saat itu pilih Management Informasi dan Sistem Informasi di Binus, bukan karena suka IT, lebih karena saat itu biayanya lebih ringan dan saya berhasil dapat beasiswa,”ungkapnya.

Konsekuensi mendapat beasiswa, Sianne harus bekerja sambil kuliah. “ Waktu itu kalau jadi asisten dosen ada tambahan honor 125 ribu, saya ingin yang lebih besar akhirnya kerja sebagai programer di PT Widya Raharja Informatika, yang masih satu grup dengan kampus,” ujarnya. Saat teman-teman sebayanya menikmati masa-masa kuliah dengan segala dinamika dan pergaulan. Sianne ke kampus hanya untuk belajar, karena waktunya yang lain digunakan untuk bekerja.

Tahun 1993, sembari tetap kuliah, Sianne bekerja di 21st Century Computer. Sianne benar-benar harus membagi waktu antara kuliah dan kerja. “ Saya sering kerja sampai malam, misalnya saat ada project menyuplai komputer sekaligus menyiapkannya untuk sebuah perusahaan,” kenangnya.

Karena sering pulang malam, Sianne yang tinggal di kost dekat kampus, pernah dicurigai oleh ibu kosnya. “ Ibu kos sampai menyuruh anaknya ikuti saya, saya dikira kerja nggak bener karena sering pulang malam”, ungkapnya. Untungnya setelah mengetahui kegiatan Sianne, Ibu kos justru memberinya kunci tersendiri sehingga bisa bebas pulang malam tanpa mengganggu yang lain.

Tahun-tahun akhir di kampus, Sianne lolos seleksi Management Trainee dari BHP, sebuah perusahaan tambang Migas asing yang saat itu sedang banyak proyek di Indonesia. “ Saat itu orang tua melarang, karena saya harus ditempatkan di Balikpapan selama setahun”, ungkapnya. Alhasil kesempatan itu pun dengan berat harus dilewatkannya.

Selepas kuliah, Sianne melamar ke PT Intidata/Digiland Indonesia, sebuah perusahaan yang menjadi regional distributor komputer dan aksesoris untuk merk Hawlet Packard, Apple, Linksys dan lain-lain. Di PT Intidata itulah karir Sianne berkembang pesat sebagai Marketing Manager.

Dalam bekerja, Sianne mengaku tidak hitung-hitungan. “ Saya ingin tahu banyak hal, meski itu bukan tugas utama saya, akhirnya saya bisa belajar banyak hal”, ungkapnya. Selama kurun waktu delapan tahun, Sianne banyak menuai prestasi dalam karir di perusahaan tersebut. Sianne juga berhasil meraih gelar Magister Mangement in Marketing, dengan predikat Cum Laude, dari Universitas Pelita Harapan, pada tahun 2003.

Saking kerasnya ia bekerja, Sianne merasa hidupnya tidak seimbang. Ia Merasa hidupnya hanya banyak dihabiskan untuk urusan kerja, sehingga kejenuhan pun mulai melandanya. “ Salah saya juga, saya nggak pernah cuti” ungkapnya. “ Bayangkan, saya sakit mau operasi usus buntu, masih terima telepon konfirmasi order dari Apple, tiga hari setelah melahirkan saya juga sudah ngurusi kerjaan lagi,” imbuhnya.

Akhirnya meski secara karir sebagai profesional Sianne tengah berada di comfort zone, tahun 2004 ia memutuskan untuk keluar. “ Saya pikir mau coba-coba jadi entrepreneur saja, dan kalaupun saya harus nggak ngapa-ngapain saya masih bisa hidup ditunjang suami,” ujarnya.

Setelah keluar dari dunia yang membesarkannya, masih banyak vendor atau perusahaan yang dulu jadi kompetitor kantor lamanya yang mengajak bergabung.“ Telepon yang isinya tawaran datang dari mana-mana, akhirnya saya kembali ke dunia yang sama, namun kali ini sebagai entrepreneur,” ujarnya. Segala pengalaman yang menempanya, menjadi modal kuat hingga ia bisa pengusaha yang sukses. Ali


Tidak ada komentar:

Posting Komentar