Andrew Darwis, Founder Kaskus
Pernah Jadi Kasir Restoran Cepat Saji
Berawal dari sebuah hobi yang terus ditekuni, Kaskus kini menjadi situs forum komunitas online terbesar di Indonesia. Data dari alexa.com menunjukan Kaskus masuk dalam urutan ke 8 dari 10 besar situs yang paling banyak diakses di
Saat ditemui di kantornya di kawasan Melawai, Jakarta Selatan, Andrew Darwis menuturkan bagaimana Ia mulai tertarik ke dunia computer dan akhirnya terjerumus di dalamnya. Pemuda kelahiran 1979 ini, lahir dan dibesarkan di
Andrew mulai mengenal computer saat duduk di bangku SMP. “ Waktu itu orang tua beli Komputer mac yang saat itu masih dua warna,” kisahnya. Dari sekedar main-main Andrew makin lama makin tertarik pada computer, dan belajar koding-koding pemrograman dasar.
Selepas SMA di Gandhi Memorial School Ancol, Andrew sempat satu tahun kuliah di Universitas Bina Nusantara. “ Waktu itu tahun 1998, saya lagi demen-demennya belajar bikin website, tapi belum ada sekolah khusus yang mengajarkan web design dan multimedia di Indonesia,” ungkapnya. Setelah mencari-cari tahu, Andrew tertarik untuk kuliah di bidang yang diminatinya tersebut di Seattle, Amerika Serikat.
Situasi ekonomi saat itu yang serba sulit membuat keluarganya keberatan ia kuliah di luar negeri, “ Dolar
Jaga Perpustakaan dan Jadi Kasir
Karena kebutuhan hidup dan komitmennya pada orang tua, Andrew kuliah sembari bekerja disana. “ Saya kerja di kampus, jaga perpustakaan, lalu saya punya kenal Manager Burger King, akhirnya saya kerja disana jadi kasir, ” kenang Andrew. Hal itu dijalaninya selama kurang lebih satu tahun. Pada masa-masa itulah, tepatnya tahun 1999, Andrew beserta dua orang temannya yang juga mahasiswa asal
Meski awalnya berjalan pelan, lama-lama pertumbuhan member kaskus makin terasa, sehingga kapasitasnya harus di upgrade. Biayanya pun bertambah jadi 16 dolar. “ Karena terus bertambah, lama-lama kita sudah tidak bisa lagi sewa share hosting dan harus punya server sendiri,” ungkapnya.
Masalah yang timbul kemudian, adalah bagaimana bisa membeli server yang saat itu harganya sekitar 3.000 Dolar. “ Modalnya kartu kredit, disana punya kartu kredit cukup mudah, asal punya kerjaan, dan ada yang awalnya tanpa bunga”, ungkap Andrew. Dengan uang hasil pinjaman itulah Andrew bisa beli Server. “ Dari tahun 1999-2004, kaskus itu tidak menghasilkan apapun dan yang kita dapat hanya kesenangan, karena hobi,” paparnya.
Dengan berbekal ilmu yang dimilikinya, Andrew sempat bekerja secara professional di Lyric.com, dan di Thorloki Web Developer, dan ia pun bisa melanjutkan kuliah mengambil jurusan Computer Science di Seattle University. Andrew tetap mempertahankan Kaskus, meski dua rekan pendirinya memilih tidak melanjutkan ikut mengelola.
Tahun 2004, ada agency iklan yang bersedia mencarikan iklan untuk Kaskus, dari situlah Kaskus mulai dapat pemasukan. “ Tapi pemasukan iklannya juga masih jelek banget, hanya 400-500 Dolar perbulan,” ungkapnya. Apa yang didapatnya saat itu hanya cukup untuk terus menambah Server, karena kapasitas server dan jumlah member seakan terus kejar-kejaran.
Tahun 2008, member Kaskus sudah makin besar dan punya nama. Andrew pun didekati dan dibujuk sepupunya Ken Dean Lawadinata, yang juga kuliah di
Dibawah bendera PT Darta Media Indonesia, Andrew bersama Ken sepupunya bahu-membahu membesarkan Kaskus. Andrew lebih suka mengurusi urusan teknis, sesuai latar belakangnya, sementara Ken yang menjalankan urusan bisnis dan Manajemennya. “
Banyak perjuangan yang harus dilalui Kaskus untuk menjadi besar. Dari soal penyesuaian konten dengan hukum dan kebudayaan di
Perkembangan Kaskus, sempat membuat Yahoo tertarik untuk membelinya namun, Andrew dan Ken merasa kurang cocok. “ Yahoo, dan ada beberapa pemain lokal sudah menyatakan minat tapi saya belum ketemu yang cocok, ” ungkapnya. Andrew mengaku tidak mau sembarangan, karena tidak ingin Kaskus berubah tidak seperti yang dia harapkan. Selain itu, menurutnya pengguna internet di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar